Selasa, 09 Juli 2013

nyataku. nyataku. nyataku.

0 komentar
dulu aku sempat bermimpi.
dan aku tersesat dalam mimpiku.

dulu aku menuliskan beberapa kata yang menurutku indah di dalam buku rahasiaku.
tentang kamu.
tentang nyataku.

kataku dulu, kau adalah nyata dalam nyataku.
bukan mimpi dalam mimpiku.

kau tahu.
disaat semua orang ingin bermimpi, aku malah enggan bermimpi.

dulu mimpiku indah.
tapi ternyata dia fana.

aku dipaksa bangun.
aku dipaksa melupakan mimpiku.

berhari-hari aku enggan tersenyum.
comulunimbus menggelayut diujung mataku.
meski angin dari kawanku berusaha mengusirnya jauh.
tapi dia seakan menempel disitu.

aku dipaksa menghadapi dunia nyata.


menyakitkan.....


sampai suatu ketika, sesuatu muncul.
berwujud khayal. di alam nyata.

dia mengajariku cara membentuk tersenyum.
dia mengajariku cara merangkai tawa.

tapi kemudian dia hilang.
kembali ke dunia khayalnya.
tidak menemaniku selamanya disini.

setidaknya, aku sudah berjumpa senyumku yang hilang.
walaupun tawaku yang lenyap masih tertinggal entah dimana...

berhari-hari aku membentuk senyum sendiri.
mempelajari merangkai tawa sendiri...

tapi tak semudah itu.
aku butuh seseorang.

aku mulai menyerah.
pundakku mulai layu.
kepalaku mulai jatuh.

namun tiba-tiba kau datang.
memegang tanganku.
dalam gelap malam yang datang menggigiti matahari.

kau memegang tanganku.
menjauhi gelap.
menuju terang diujung sana.

dan pada saat itu aku tau, kaulah orangnya.
nyataku. nyataku. nyataku.


Ya Tuhan....


kau mengajariku cara tersenyum dengan baik.
cara tertawa dengan benar.
cara membuang air mata dengan tidak sia-sia.

kau begitu... kau begitu...

namun segala sesuatunya tidak pernah berjalan begitu baik, sayang...

klise.



angin yang dulu ingin menerbangkan comulunimbus tak suka kita bersama.
dia menghembuskan angin yang kencang.
menggoyahkanmu.

aku seperti tak dapat berpegang padamu lagi.
anginnya terlalu kencang, sayang...
angin yang berasal dari kebodohan masa laluku...


lalu kemudian aku terbang.
terdampar disebuah desa kecil.
aku kehilangan kau, nyataku.

aku seperti kehilangan akal, sayang...
aku bingung..
aku kehilangan arah...


Oh Tuhan....



di desa kecil itu, aku bertemu fatamorgana.
indah.
tapi, kau tau kan, fatamorgana?

aku mendekat pada fatamorgana.
tak percaya kalau itu fatamorgana.
tak mau tau kalau itu hanya fatamorgana.

kebodohanku terulang.

aku bodoh.
bodoh.
aku bodoh.


kau sempat datang.
tapi aku tak mengacuhkanmu.
aku takut angin itu menerbangkan aku lagi.
dan berpisah darimu.

aku memilih menghilang darimu.
tapi ternyata itu kesahalan.
dan aku menderita.

nyataku...
manusiaku...

aku hanya bisa berharap kau tak pernah melupakan ini.
sampai kapanpun, kau tetap nyata dalam nyataku.



kini aku sadar.
ketika semua tidak berguna lagi.
sekencang-kencangnya angin berhembus, apabila aku berpegangan erat padamu, aku takkan tertiup.
sekarang, aku tidak takut menghadapi angin manapun.
meskipun, angin itu adalah angin terdekatmu.
tapi terlambat?
mudah-mudahan tidak.

aku akan selalu memeluk bayanganmu, nyataku.
sampai kau sadar, aku terlalu lama memeluk bayangan.
dan kemudian sosokmu datang kembali.
gantian memelukku.

semoga kau mengerti.
semoga kau membaca ini...


ps : suatu saat, akan kutuliskan serangkaian kata yang menurutku indah itu, disini.
ku harap tidak begitu memalukan.


Palu, 09-07-2013
nyata. menunggu. kamar.

Minggu, 07 Juli 2013

aku ingat...

0 komentar
aku ingat pagi itu. pagi di bulan Mei, di sebuah desa kecil. kau duduk dihadapanku, memegang buku kecil. tertawa kecil kepada temanmu, sambil melirik kepadaku.
pertama kali ku dengar suaramu. pertama kali, ketika kau sebutkan namamu.
suaramu riang, berbeda denganku. introvert.
aku suka gerak tubuhmu. lepas. bebas.
aku suka senyummu. membuat bibirku tertarik kepada dua sisi yang berbeda.

hari berikutnya, tak banyak yang ku ingat.
kau bercanda dengan teman-temanmu. kau bersemangat --terlalu bersemangat berengkali. aku berusaha mengabaikan, tapi tak bisa. kau mengajakku ketempat yang akan kau tuju, tapi tidak bisa. itu acaramu.

Minggu pagi, menjadi hari seperti biasa. ada kau, dengan senyumanmu. ada kau dengan teman-temanmu.
tapi sekarang kau tampak beda, akrab dengan teman-teman baru kita.

malam menjelang.
aku hendak pergi bersama teman lamaku pada saat itu, kemudian kau dan temanmu datang, bersama teman baru kita dan orang yang menyukainya.
tiba-tiba menawarkan diri, ingin ikut. aku mengangguk.
kau mencoba mengakrabkan diri padaku.
kau yang membangkitkan pembicaraan kita. aku hanya mengikuti.

rombongan kecil kita berhenti pada sebuah taman. teman-teman baru kita pergi entah kemana, menyisakan aku, kau, temanmu dan temanku.
aku duduk ditempat duduk semen yang dibuat ditaman itu, dan entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba kau duduk disampingku. melanjutkan pembicaraan kita.
aku mengeluarkan rokokku. katamu merokok terlalu banyak itu tidak baik. dan kau membuatku berjanji untuk tidak menghisap rokok terlalu banyak.

lalu kita berpindah ke warung makan. kita selalu berjalan bersama. aku merasa nyaman denganmu. kau selalu dapat membuatku tertawa.
berbeda dengan perempuan-perempuan lain yang lainnya. menjaga diri mati-matian agar terlihat anggun dimata lelaki. tapi kau tidak seperti itu.

mereka bilang, kita berdua jangan sampai jatuh cinta. ketika mereka berkata seperti itu, kau menatapku sambil tertawa. mungkin untuk menutupi kalau kau malu.

lalu kita menghabiskan malam dengan menghisap shisha.
aku khawatir ketika kau pertama kali meletakkan pipanya diantara bibirmu.
takut kau tersedak.
ketika baranya sudah mulai habis, dan rasanya mulai menusuk, aku menarik pipa itu, tak membiarkanmu lama-lama menghisap.
aku takut kamu kenapa-napa. itu saja.


aku ingat waktu pertama kali aku mengelus rambut acak-acakanmu.
suatu pagi ketika kita semua mengerjakan apa yang harusnya dikerjakan.
ketika kita diberi jeda sejenak, aku duduk ditempat duduk kayu panjang, kau duduk ditembok pendek depan tempat kita.
ku panggil kau yang sedang sibuk menekuri buku kecil ditanganmu. kau tarik kacamatamu lalu menatapku penuh tanda tanya.
ku ayunkan tanganku memanggilmu, lalu kau segera berlari kecil.
aku bergeser sedikit ke arah kanan, lalu menepuk sisi sebelah kiriku, menyuruhmu duduk.
kau lalu duduk dan menatap ke arahku.
aku tertawa, entahlah. aku jadi gampang tertawa ketika bersamamu.
kau memasang tampang bingung. aku tertawa lagi, lalu kuangkat tanganku untuk mengelus rambutmu.
kau tampak memerah. lalu pura-pura sibuk dengan buku kecil ditanganmu. aku tertawa lagi.
aku merasa puas.

aku ingat pertama kali kita makan berdua. benar-benar makan berdua.
suatu siang, ketika kau sendirian didepan tempat kita. entah kemana teman-temanmu yang biasanya menemanimu.
kita tampak canggung. tak terbiasa berdua.
kau menceritakan masa lalumu. begitu juga denganku.
ketika kita kembali, teman-teman sudah berkumpul ditempat kita. tertawa melihat kebersamaan kita. kau bergerak-gerak malu.

ketika kau ditugaskan membuat sesuatu, ada aku disitu.
menunggumu. menatapmu.
aku memang tak cepat mengerti sepertimu. jadi aku tidak dapat membantu apa-apa.
kau cerdas. kau cepat mengerti.

dan ketika aku diminta untuk maju menampilkan sesuatu, aku hanya menggeleng bingung.
dan disitu ada kau. menuntunku. mendikteku untuk berbuat apa. agar aku tak lagi bingung.
aku tertatih mengeja satu-satu kata yang kau tuliskan untukku.
ketika selesai, kau tersenyum lebar padaku. puas dengan apapun hasil dari apa yang aku kerjakan.

suatu hari, ketika aku menghabiskan waktu seharian di ruanganku, lalu memutuskan untuk keluar mencari sesuatu, kulihat kau.
kau tidur dilantai, tempat biasanya orang menghabiskan malam menonton kotak ajaib.
aku tersenyum menatapmu tertidur. rambutmu acak-acakan.
kau meringkuk dibawah jaketmu.

ketika aku menatap wajahmu, kau tiba-tiba membuka matamu, lalu menatapku.
aku tersenyum, bertanya mengapa kau bisa berada disini.
kau menggosok mata mengantukmu lalu berkata, kau menungguku keluar dari ruanganku.
aku terperangah. tak menyangka kau seperti itu.

aku kemudian tersenyum lalu mengelus rambutmu. menyuruhmu berdiri, menanyakan apakah kau sudah makan atau belum.
kau menggeleng pelan. aku mengerutkan kening.
kau bilang kau menungguku untuk makan bersama. aku menggeleng.
kau tidak boleh seperti itu. kau tersenyum.
ku tarik tanganmu untuk berdiri, lalu kita menuju warung makan disamping tempat kita.


ketika matahari kehilangan cahayanya, awan sedikit demi sedikit memeras dirinya. membanjiri desa kecil yang untuk sementara kita huni ini.
malam itu, kita sedang bercanda bersama teman-teman. melakukan beberapa game kecil.
tertawa. bergembira. berjingkrak. menari. bersenang-senang.

setelah selesai, kau duduk ditepi pintu. menatap sisa-sisa air yang turun dari langit.
kau bilang kau suka aroma sehabis hujan besar. aku lalu duduk disampingmu.
kau menatapku lalu berkata dagumu tergores ketika bermain game tadi. aku hanya menatap. ingin mengelus halus dagumu, tapi aku takut berbuat lebih. terlalu malu.

lalu kau menyipitkan matamu, menatap fokus ke pipi sebelah kiriku. berkata, masih ada sisa bedak yang tadi dioleskan ke wajah kita ketika melakukan kesalahan pada saat bermain game.
aku menggosok pipiku, tapi kau bilang masih ada. aku menyerah, lalu membiarkan saja sisa bedak itu ada disitu.
kau mengangkat tanganmu lalu mengelus pelan pipiku. aku menatapmu, dan kau menatapku.
jari-jarimu yang panjang masih ada di pipiku. aku menatapmu lekat-lekat.

matamu yang bertambah bulat berkat softlense cokelat yang kau pakai membungkus matamu.

hidungmu. mancung.

pipimu. tulang pipimu. menonjol. tirus. menggemaskan.

bibirmu. tidak merah. tidak merekah. tapi aku suka ketika kau menggerakannya. atau menggigitnya.

tidak ada kata yang terurai pada saat itu...

kau berada terlalu dekat denganku.

aku dapat mencium aroma shampoo yang kau pakai sore tadi.
aroma mint dari pasta gigi yang kau pakai.

aku lebih mendekatkan diri kearahmu lagi.


bibirku lalu menemukan tempat yang dia cari.

"kamu modusin aku ya?"

aku berkata ditelingamu. lalu tersenyum geli.

kau membelalakkan matamu, lalu menusuk tulang rusukku. aku meringis sakit, tapi tertawa puas.
kau berteriak memanggil namaku, lalu menggeleng dengan heboh. meneriakkan seribu alasan mengapa jarimu bisa berada dipipiku.
aku hanya tertawa. tak bisa berhenti.

kau tiba-tiba berdiri, lalu berjalan menuju ketempat lain. entah hal apa yang akan kau lakukan lagi.
ku lihat dari jauh, kau merampas gitar dari tangan teman kita yang sedang berusaha bersikap romantis dengan pasangannya. aku hanya tersenyum lalu menggelengkan kepalaku.

kau kembali kearahku, ketempat kau berada sebelumnya, lalu menyerahkan gitar hijau itu ketanganku.
kau menyuruhku memainkan sebuah lagu. aku menggeleng, berkata tak bisa bernyanyi.
kau berkata sedikit memaksa. aku lalu mengikuti maumu. takut kau marah.

aku lalu menaruh jari-jariku ketempat yang seharusnya, lalu mulai memetik senar.
kau mengerutkan kening. aku menatapmu, kemudian tersenyum.
kau mengerutkan keningmu lebih dalam lagi ketika aku mulai bersiul.
setelah itu, kau menyadari sesuatu dan berteriak lagi.
berkata kalau itu adalah soundtrack upin-ipin.  film anak kecil.
kau memajukan bibirmu, lalu melipat tangan didadamu. seperti anak kecil.
kau bilang aku gagal romantis. aku tertawa.

aku lalu memainkan satu melodi lagi. tidak terlalu indah menurutku. tapi kau terlihat tertarik.
kemudian bertanya, itu lagu siapa.
aku lalu tersenyum, berkata ringan kalau itu lagu buatanku. untuk kau.
pipimu memerah. tapi kau tersenyum puas.
senyummu menular. aku tersenyum lebih lebar lagi.


aku ingat.
sore yang mendung pada saat itu, ketika aku keluar dari ruanganku, kulihat kau sedang menggosok matamu.
matamu merah. sisa-sisa air mata menggantung disudut matamu yang terhalangi kacamata.
aku menatapmu. ingin bertanya mengapa kau menangis. tapi pada saat itu, kau belum melihatku.
aku menghampirimu, menepuk pelan pundakmu.
ketika kau melihatku, cepat-cepat kau merubah raut wajahmu. menghapus jejak-jejak air dari wajahmu.
lalu tersenyum.

teman kita lalu datang, mengajak kita pergi. berempat. teman kita, pasangannya, kau, aku.
ketempat yang katamu romantis.
sebuah tempat makan yang dipenuhi lampion, dengan banyak pohon disana, sungai dan cuaca yang sejuk.

kau terlihat gembira. aku tersenyum lalu mengelus kepalamu.
kita lalu memilih meja, duduk berempat. kemudian bermain kartu.
dengan hukuman, berkata jujur untuk sebuah pertanyaan yang dilontarkan.

kau mengeraskan rahangmu. tampak tak yakin.
teman kita meyakinkan kita semua. lalu kau mengangguk.

permainan mulai berjalan. berganti-gantian kita kalah.
berganti-gantian kita melontarkan pertanyaan.
berganti-gantian kita mengungkapkan kejujuran.

dan aku tahu, kau menyukaiku.
kau menyayangiku.

dan kau juga tahu.
aku menyukaimu.
aku menyayangimu.

kau selalu tertunduk malu ketika aku mengungkapkan kejujuran.
dan aku selalu tersenyum puas ketika kau mengungkapkan kejujuran.

bulan mulai merambat naik.
ku ajak kau kembali pada tempat kita.

ditengah jalan, ku pegang tanganmu.
lalu menarik bahumu.
meletakkan hidung dan bibirku di antara rambut-rambutmu.

ku rasakan kau menegang.

"kamu beneran sayang sama aku?" kudengar suaraku bervolume lebih kecil dari yang seharusnya.

kau menatapku dengan mata cokelatmu.

"ya tanya aja sama temenku sama temen kita yang itu.." kau berkata kemudian. berusaha cuek.

"kalo gitu, kamu mau kan jadi pacar aku?" aku menarik tanganmu pada saat itu. lalu tersenyum lebar.

"kata temen kita, kamu nggak mau nembak aku. makanya aku uring-uringan seharian..."

aku terdiam. dalam hati mengutuk teman kita.

"kalau gitu, yaudah. sekarang kamu jadi cewek aku aja," aku berkata ringan.

kau tertawa. ringan. lepas.

"mau nggak jadi pacar aku?" aku berkata lagi. menantangmu.

"ya emang kamu mau?"

"ya gimana kamunya lah," aku mengacak-acak rambutmu.

"nggak romantis banget siihh," kau berkata, berusaha tampak kesal. namun tak bisa. senyum tak pernah hilang dari bibirmu.

"yaaa.. aku emang kaya gini. jadi kamu jadi pacarku nih?"

"yaudaah, kalau kamu maksa aku jadi pacarmu," kau melepaskan genggaman tanganmu, lalu menggandengku. kemudian tertawa.

aku tertawa lagi. sambil mengacak-acak rambut acak-acakanmu.
kau tahu, aku senang ketika kau mau menjadi perempuanku.
satu-satunya perempuan yang menarik perhatianku sejak aku menginjakkan kaki di desa kecil ini.

aku ingat, seorang lelaki. dia selalu menggodamu.
menyentuhmu.
kau selalu mengadukannya padaku. berkata kau tak suka padanya yang tidak berlaku sopan padamu.
aku hanya diam. karena pada saat itu, belum ada sesuatu yang memberiku hak untuk membelamu dari dia.
tapi sekarang, kau adalah perempuanku.

ketika kau sedang duduk bersamaku.
menjelaskan tentang sesuatu yang tidak ku mengerti.
kau menjelaskan berulang-ulang, dengan sabar.
aku menggeleng bingung.
lalu kau beranjak pergi, untuk membeli segelas cappuchino kesukaanmu.

tiba-tiba lelaki yang sering menggodamu datang.
tertawa pada kebersamaan kita. berkata kita tampak serasi bersama.
menggodamu. berkata kalau kau cantik.

kau melanjutkan membahas permasalahan yang tidak aku mengerti.
dia tetap menggoda kita.
dia menyentuhmu.

aku merampas gelas yang berisikan cappuchino kesukaanmu.
meminumnya sedikit.

dia terus-terusan berbicara omong kosong. kau cuek. tapi tampak terganggu.
kata-kata kotor mulai berluncuran dari bibirku. kau berusaha menenangkanku.
ku ambil lagi gelas cappuchinomu. meminumnya lagi sedikit.
kemudian berdiri, menghadap lelaki tak tahu sopan santun itu.

aku menunjuknya. memakinya.
ku ambil gelasmu, untuk melemparkan gelas kearahnya.
kau berusaha menahan tanganku. memanggil namaku.

gelas itu jatuh disamping badanku. tapi tatapanku gelap. mengarah pada lelaki itu.
kau berusaha menarik badanku yang lebih besar darimu. tapi tak bisa.

kemarahan memenuhi kepalaku. aku mendesak. kau memeluk dadaku. berusaha menarik aku yang berjalan mendekati lelaki itu.

lalu teman kita datang. menarik aku. menjauhi lelaki itu. ku lihat kau duduk gemetaran di tengah-tengah aku dan lelaki itu. tapi aku tidak menghiraukanmu. aku terlalu marah pada lelaki itu.
dia menyentuhmu. dia menggodamu...

aku menjadi marah kembali, mengingat hal-hal itu.
kuraih tempat pensil diatas meja, lalu kulemparkan pada lelaki itu.
kau menatapku lagi, meneriakkan namaku.
aku tak peduli. aku kemudian duduk. kau sudah pergi entah kemana. aku kemudian pergi menjauhi lelaki itu.

ketika aku duduk, lelaki itu mendatangiku. meminta maaf.
aku menatapnya. memperingatkan dia untuk tidak menggodamu lagi. menyentuhmu.
dia berjanji untuk tidak menyentuhmu lagi.
aku mengangguk.

aku lalu berjalan kembali ketempat yang tadi. membereskan kekacauan. buku-bukumu basah terkena cappuchino.
pecahan gelas cappuchino-mu aku bereskan. dan kemudian menggores jariku.

aku beranjak pergi untuk membersihkan luka kecilku ini, ketika kau datang. matamu sembab.
kau kemudian melihat darah yang mengalir dari jariku. darahnya terlihat banyak, walaupun lukanya kecil.
kau tampak khawatir. aku berkata bahwa aku akan baik-baik saja dengan ini, lalu memintamu untuk membeli pembungkus luka.

ketika kau kembali, aku masih membasuh luka kecil yang tidak henti-hentinya mengeluarkan darah ini. kau mengambil tanganku, lalu memasangkan pembungkus luka di jari manisku.

ku rasa tanganmu gemetar. kau menanyakan mengapa aku seperti ini. aku tak mungkin berkata yang sejujurnya padamu. terlalu malu.
aku kemudian berkata, aku tak suka dia. banyak bicara. dan terlalu mengganggu.
kau berkata, jangan lagi seperti ini. aku harus dewasa. harus bisa mengontrol emosi.
kau berkata, kebiasaan masa remajaku yang dipenuhi dengan perkelahian, tawuran, balap motor --yang menyisakan banyak bekas luka di tubuhku ini, jangan dibawa sampai sekarang.

aku mengelus kepalamu lagi. berkata jangan takut.
aku takkan menyakitimu. aku takkan membiarkanmu terluka.
kau tersenyum.

malam mulai merangkak naik. setelah bertemu Tuhan, ku tunggu kau didepan tempat kita.
kau sedang menyelesaikan tugas akhir ditempat ini.
ketika kau datang, aku menyapamu. memanggilmu mendekat, untuk mengajak makan malam.
kau berpaling pada teman-teman kita, mengajak mereka, tapi mereka tidak mau.

kemudian kita pergi berdua.
makan malam bersama.
bercengkrama. tertawa bersama.

kau menatap pada lukaku. berkata, apa itu sakit atau tidak.
aku tertawa. berkata ini tidak sakit. hanya luka goresan kecil.
kau masih tampak khawatir.
lalu kau bertanya apakah pembungkus luka itu masih ada.
kemudian ku keluarkan pembungkus luka itu.

kau tarik tanganku, lalu membuka lukaku. meringis melihat lukaku, lalu membuka bungkus pembungkus luka yang baru.
dengan halus kau menempelkan pembungkus luka itu. mengomeliku sekali lagi tentang ketidak-hati-hati-anku.
aku tersenyum.

tiba-tiba kau menekan bibirmu dijariku yang dibebat pembungkus luka.
berkata dengan pelan, agar jariku cepat sembuh. lalu tersenyum.

aku terdiam. kau tidak terduga.

kemudian cepat-cepat aku tertawa dan mengelus kepalamu sayang. berkata kalau ini luka kecil. kau menunduk. menggenggam tanganku yang luka.

aku ingat malam terakhir aku didesa ini. sudah terlalu lama aku menghabiskan waktu disini.
aku mengajakmu untuk berkeliling. naik sepeda onthel sewaanku.

kau mengangguk bersemangat. aku tau kau sedih, tapi kau berusaha tampak gembira.

aku mendayung onthel itu menyusuri jalan. banyak juga orang-orang lain yang memenuhi jalan-jalan.

tiba-tiba, kau menyanyikan lagu coldplay - yellow. kau meremas ujung t-shirt-ku. aku mendayung santai.

suaramu sumbang, tapi kau tak peduli.

kita melewati jalan raya, banyak orang mengendarai sepeda motor.
aku meremas jari-jarimu, lalu meletakkannya dibibirku.
meminta maaf karena kita tidak bisa naik motor.
kau tertawa, berkata mau bagaimana lagi. hanya ini satu-satunya kendaraan yang bisa kita pakai.

puas melihat-lihat kota, kau kuantar pulang ketempatmu --tempat yang berbeda dengan tempat kita.

ketika sampai didepan tempatmu, aku menatap matamu.

"aku sayang sama kamu," aku menggenggam tanganmu.

kau tersenyum malu. samar, aku melihat wajahmu memerah.

aku membungkus jari-jariku dipipimu.
meletakkan bibirku di dahimu.
kau menutup matamu.

aku menatapmu lagi.

cepat-cepat, ku kecup sudut bibirmu.

kau membuka matamu. terkejut. lalu tertawa, menyembunyikan kegugupanmu.

aku kemudian tertawa juga. kemudian membenamkan wajahku dipuncak kepalamu.

aku menyuruhmu masuk kedalam tempatmu. kau tersenyum. melambaikan tangan. aku melambaikan tangan, menunggu kau masuk dengan aman ke tempatmu.

ku dengar kau setengah berlari dengan semangat, dan menahan pekik teriakan. aku tersenyum.

perempuanku yang sangat bersemangat.

keesokan harinya, hari terakhir aku dapat berada disampingmu.
kau datang ketempatku --tempat yang sama dengan tempat kita.
kau selalu duduk disampingku. memegang erat tanganku.

kemudian waktunya tiba. kendaraan yang akan kutumpangi telah datang.
kau menyalamiku. mencium punggung tanganku. menutup matamu. menekan tangismu.

aku mengusap lembut rambutmu. mengusap lembut rambut acak-acakan perempuanku.

aku menarik kepalamu. meletakkan bibir dan hidungku diantara rambutmu. menghirup aromamu. menghafalkan aroma favoritku.

kau mulai terisak. aku menarik kepalamu kedadaku. mengelus punggungmu. menenangkanmu.
berjanji untuk kita bertemu lagi. berjanji untuk kita saling menyayangi. meski jarak berada diantara kita.


aku menaiki kendaraan yang ku tumpangi. kau menatapku lama-lama. melambai. air menuruni pipi tirusmu. bibirmu bergetar. tak kuasa menahan tangis.
aku menatap keluar. menjulurkan kepalaku keluar jendela untuk melihatmu, sampai aku berbelok.

***

kau menepuk pundakku lembut, ketika aku menulis ini. menyuruhku untuk makan malam.

kurasakan tepukan ringan dari tangan kecil dipahaku. aku melirik kebawah.
kulihat seorang lelaki kecil sedang tertawa padaku, mengangkat tangannya padaku.

aku mengangkat lelaki kecil itu, lalu berjalan menyusulmu keruang makan.

keruang makan kita. dengan anak kita.

palu, 07-07-2013
idaman. impian. kamar.